Pada permulaan hari
yang indah, hari dimana sejak pagi hari menyapa, langit terlihat biru mengagumkan,
berbalut dengan putih bersihnya awan yang terlihat lembut layaknya permen kapas
yang tengah asik berterbangan di langit. Bersamaan dengan teriknya sinar
mentari, menjadikan pagi itu menjadi pagi yang cerah, pagi yang baik untuk
dinikmati juga disyukuri adanya. Pagi itu terasa begitu syahdu, bagi jiwa-jiwa
yang dapat merasakannya. Hari itu, adalah hari Rabu, tanggal 19 April 2017.
Hari dimana seluruh Warga Negara Indonesia dengan KTP (kartu Tanda Penduduk) DKI
Jakarta turut berbondong-bondong menyuarakan pilihannya untuk Calon Gubernur
barunya, Calon Gubernur yang akan membawa kota metropolitan ini ke arah yang lebih
baik, sesuai dengan apa yang telah di harapkan pada setiap hati-hati kecil para
rakyatnya.
Hari itu, adalah hari
dimana dilangsungkannya Pilkada Provinsi DKI Jakarta pada putaran kedua, masa
amanah periode 2017-2022. Hari itu, telah menjadi salah satu hari yang
bersejarah, begitu menyita perhatian publik, juga telah mengguncang, hampir di
seluruh penjuru negeri. Mengapa demikian? Sebab, selain karena menyambut
harapan akan Provinsi DKI Jakarta yang lebih baik dalam lima tahun mendatang,
juga karena begitu kuatnya dukungan diantara 2 kubu Pasangan Calon yang begitu
berbeda , begitu kontras, saling bertolak belakang diantara masing-masing pihak
pendukungnya. Menjadikan momentum ini seakan menjadikan pertarungan sengit yang
harus diperjuangkan dengan perjuangan yang sungguh-sungguh, dengan perjuangan
yang memang harus diperjuangkan yang tak mengenal batas lelah tuk menyerah begitu
saja sebelum tiba di garis finish.
Adalah Pasangan Calon
dengan No.2, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, bersama dengan wakilnya Djarot
Syaiful Hidayat. Kemudian, adalah Pasangan No.3, Anies Baswedan bersama dengan wakilnya
Sandiaga Salahuddin Uno. Masing-masing Pasangan Calon memiliki daya tariknya
tersendiri, menjadikan persaingan diantara kedua kubu ini terlihat begitu
tajam, juga saling bersinggungan. Sebab, rakyat Indonesia telah terlanjur
tergunjang, akan kasus penistaan Agama yang telah dilakuakan Ahok pada bulan 27
September 2016 lalu di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Menjadikan getaran-getaran
yang telah berhasil menggores hati-hati Umat Muslim, bahkan tak hanya di Negara
Indonesia, pun telah menggema keluar penjuru Negeri. Menjadikan lahirnya momentum
Aksi Bela Islam yang begitu syahdu dalm menyatukan
persaudaraan Umat Muslim di seluruh penjuru Negeri yang penuh dengan
keberagaman ini. Menjadikan bagian dari kepingan sejarah yang mungkin akan
terus diingat dimasa mendatang.
Ahok yang masih belum
terbebas dari tindak hukum yang adil atas perbuatannya yang begitu menyinggung dan
menggores hati-hati Umat Islam, seharusnya tak layak dijadikan Calon Gubernur
baru DKI Jakarta 2017, sebab beliau pun masih harus menjalani serangkaian
proses hukum yang berlaku. Namun betapa lucunya negeri ini, bak Negeri dalam
dongeng yang rasanya sulit tuk mengungkap kebenaran yang memang benar adanya. Rasanya
begitu sulit tuk membela yang benar, bukan yang berkuasa. Entah ada drama atau rekayasa
cerita yang bagaimana dibalik ini semua, rasanya ini semua tak masuk di akal,
manakala selalu ada celah pembelaan ketika jelas yang tak benar, tak patut
untuk dibela, tak patut untuk dibenarkan. Terlebih, adanya permaian media yang
turut andil dalam memoles yang tak baik, justru masih terlihat mengangumkan
untuk tetap di agungkan di hadapan publik.
Bukan bermaksud untuk
menyudutkan di satu pihak, namun rasanya tak pantas, manakala keadilan di
Negeri ini terlihat “tak adil” di terapkan. Betapa rakyat tak bisa apa-apa
melihat yang seharusnya diadili dengan seadil-adilnya, justru masih bisa untuk
terus disanjung, seakan buta, bahwa apa yang telah dilakukannya bukanlah
kesalahan setingkat balita yang dapat dimaklumi oleh orang-orang yang mengerti.
Permasalahan ini serius, dan seharusnya tindak hukum pun harus diberlakukan
dengan serius, bukan dengan rekayasa, sebab tak ada yang sedang bercanda
disini.
Hampir tak habis pikir,
mengapa sulit untuk mengungkap keadilan? Mengapa sulit untuk mengungkap
kebenaran? Mengapa sulit untuk melihat bahwa hitam itu berbeda dengan putih?
Dan mengapa begitu sulit untuk membuka mata lebar-lebar akan sesuatu yang
memang bisa dilihat dengan kejernihan hati, juga pikiran? Bukan berarti ini
terlalu berbicara kepada hukum SARA yang terlalu memihak, apalagi bermaksud tuk
menjadikan Agama sebagai pemecah-belah persatuan Negara yang Demokrasi ini,bukan
bermaksud begitu. Justru seharusnya antara Agama dan Politik dapat berjalan
secara seimbang, juga beriringan tuk dijadikan pemersatu dalam segala pluralitas
Negara Indonesia yang memang begitu beragam, penuh warna.
Momentum Pilkada di
tahun 2017 ini pun begitu terasa semarak, penuh warna, penuh kejutan, penuh
cerita, juga telah mengguncang penjuru Negeri. Betapa tidak, ini menyangkut akan
arah kehidupan kurang lebih 7.257.652 jiwa warga Provinsi DKI Jakarta.
Serangkaian kegiatan telah dilakukan pada masa-masa kampanye sebelum akhirnya KPU
(Komisi Pemilihan Umum) meluncur ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) untuk
melangsungkan pencoblosan tuk perhitungan suara dalam memilih Calon Pasangan
Gubernur yang sesuai dengan pilihan hati para warganya. Kabar bahwa adanya
kampanye hitam pun terbukti adanya, menjadikan celah-celah kecil telah membuka
lebar segala tindak kecurangan yang mungkin terjadi sampai dengan hari
perhitungan suara.
Berdasarkan hasil sementra
perhitungan suara Pilkada Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 19 April 2017, dalam
entry data yang tercatat dalam Portal Publikasi KPU (Komisi Pemilihan Umum),
data yang masuk telah memnuhi kuota 100%. Dari total 13.304 TPS (Tempat
Pemungutan Suara) di wilayah Provinsi DKI Jakarta, terdapat jumlah total suara
yang masuk sebanyak 5.591.817 suara. Total suara yang terhitung sah adalah
sebesar 5.579.587 suara. Sedangkan total suara yang tidak sah adalah sebesar
60.485 suara. Kemudian, pemilih disabilitas adalah sebanyak 7.773 suara.
Berdasarkan hasil
perhitungan ini, di beberapa sub wilayah meliputi Kabupaten/Kota Jakarta Barat,
Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Kepulauan
Seribu, hasil hitung TPS (Form C1) telah dimenangkan oleh Pasangan Calon No. 3,
yakni Anies Baswedan bersama dengan wakilnya Sandiaga Salahuddin Uno, dengan
total perolehan suara sebanyak 3.240.379 suara (57,95%). Berbeda selisish 15,9%
dengan Pasangan Calon No.2, yakni Basuki Tjahaja Purnama bersama dengan
wakilnya Djarot Saiful Hidayat, dengan total perolehan suara sebanyak 2.351.438
suara (42,05%).
Meski hasil ini masih
merupakan hasil perhitungan sementara, namun besar kemungkinan Provinsi DKI
Jakarta akan dipimpin oleh Pasangan Calon Anies Baswedan dan Sandiaga
Salahuddin Uno untuk lima tahun mendatang, semoga. Selamat menantikan hasil
final yang akan resmi diumumkan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) pada tanggal 4
mei 2017 mendatang.
Seakan bisa mendengar
jeritan hati dari rakyat-rakyat Negeri ini, Warga DKI Jakarta begitu
membutuhkan pemimpin yang dapat membawa mereka pada kesejahteraan hidup juga
keadilan di segala lini kehidupan, maka diri ini pun ikut menguntai do’a untuk
Pemimpin kota Jakarta yang mampu mengimplementasikan Visi dan Misinya menjadi
realita yang nyata dalam lima tahun mendatang, biarpun diri ini tak memilki hak
suara dalam turut andil untuk memilih, namun setidaknya masih memiliki hak
untuk menguntai harap dalam do’a-do’a yang mengangkasa.