Setiap insan yang
hidup di muka bumi ini pada hakikatnya tak pernah sedikitpun luput dari
penglihatan dan pengawasan Rabb nya, Sang Khaliq, Pencipta Alam Semesta beserta
seluruh isinya. Inilah yang disebut dengan esensi “Konsep Muraqabah ”, yakni sebuah
konsep pengawasan oleh Rabb kepada makhluk-Nya. Kita sebagai umat muslim,
hendaknya meyakini dengan sepenuh hati bahwa kapanpun dan dimanapun kita
berada, kita tidak akan pernah bisa terlepas dari segala pengawasan-Nya. Konsep
inilah yang hingga kini telah kita terapkan di berbagai lini kehidupan, baik
dalam lingkup mikro maupun makro dengan istilah “Audit”.
Menurut Arens
and Loebbecke[1]
(Auditing: An Integrated Approach, eight edition, 2000:9), Audit adalah
kegiatan mengumpulkan dan mengevaluasi dari bukti-bukti mengenai informasi
untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Proses audit harus dilakukan oleh orang yang
kompeten dan independen. Audit
diperlukan dalam setiap entitas dalam rangka melakukan pengawan maupun
evaluasi, baik dalam hal kinerja operasional, internal control, maupun evaluasi
dan tes mengenai substansi transaksi – transaksi saldo yang dilakukan. Begitu
pentingnya proses audit dilakukan, baik untuk mengontrol dan meminimalisir
resiko maupun untuk membuktikan apakah kinerja keuangan entitas perusahaan
tersebut berjalan stabil, dan dapat dibuktikan secara wajar, dengan menganalisa
laporan tahunan (Annual Report) secara independen. Kegiatan audit dilakukan oleh
seorang auditor independen. Mengapa harus independen? Sebab seorang auditor
harus menyampaikan pendapat / opini wajar secara objektif serta sesuai dengan
standar dan pedoman yang berlaku.
Dalam
perkembangannya, setiap entitas perusahaan selalu membutuhkan jasa audit, baik
jasa audit internal (Internal Audit) maupun jasa audit eksternal (Eksternal
Audit). Kini, di setiap belahan Negara di dunia, baik yang tergolong ke dalam
Negara maju maupun Negara berkembang satu per satu telah melakukan kegiatan
audit, bahkan kantor KAP (Kantor Akuntan Publik) pun telah berdiri di beberapa
belahan dunia. Tak terkecuali, Negara Indonesia pun telah membentuk IAPI
(Institut Akuntan Publik Indonseia) sejak 50 tahun berdirinya IAI (Ikatan Akuntan
Indonesia), tepatnya pada tanggal 24 Mei 2007 dan hingga kini terbilang cukup
banyak KAP yang telah berdiri kokoh di Negara Indonesia, menjalankan tugas dan
tanggung jawab nya dalam melakukan fungsi audit dengan baik secara independen.
Di sisi lain, dalam
ruang lingkup syariah di era tahun 2016 ini, setiap Lembaga Keuangan Syariah
yang sudah “Go Publik” telah di wajibkan untuk di audit oleh internal dan
eksternal auditor, bahkan minimal tiap – tiap DPS pun harus memiliki auditor
syariah. Dalam hal ini, jabatan Auditor Syariah biasa disebut dengan “Dewan Pengawas Syariah”. Di Negara
Indonesia misalnya, dalam jabatannya, posisi Dewan Pengawas Syariah (DPS)
berada di bawah naungan Dewan Syariah Nasional (DSN). Dalam hal ini, Dewan
Pengawas Syariah (DPS) harus memenuhi aturan dan prinsip – prinsip yang dibuat
oleh Dewan Syariah Nasional (DSN), termasuk terkait dengan fatwa – fatwa yang
dikeluarkannya.
Jabatan Dewan
Pengawas Syariah di setiap Negara pun berbeda – beda. Pada Negara berkembang
misalnya, DPS di Negara Malaysia dikenal dengan Shariah Supervisory Council (SSC)[2].
Kemudian, di Negara Pakistan, DPS dikenal dengan Shariah Advisor (SA)[3].
Sementara di Negara Bahrain, DPS dikenal dengan Shariah Supervisory Board (SSB)[4]. Terkait
dengan hal ini DPS memiliki peranan penting dalam menegakan Kepatuhan Syariah (Shariah Compliance). Oleh karena itu, ,
Kepatuhan Syariah (Shariah Compliance)
merupakan salah satu hal penting yang harus di penuhi dalam Audit Syariah.
Syariah (Shariah Compliance) merupakan salah satu
pilar yang menjadi pembeda utama antara lembaga keuangan syariah dengan lembaga
keuangan konvensional. Untuk menjamin teraplikasinya prinsip-prinsip syariah di
lembaga perbankan dan keuangan syariah, diperlukan pengawasan syariah yang
diperankan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Di Negara Indonesia, Pemerintah
RI telah mengeluarkan dua Undang-Undang yang memposisikan Dewan Pengawas
Syariah secara strategis untuk memastikan kepatuhan akan prinsip-prinsip
syariah di lembaga perbankan dan keuangan syariah. Kedua Undang-undang tersebut
ialah, Undang-Undang UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No.
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kedua Undang-Undang ini
merupakan landasan yuridis yang cukup kuat bagi keberadaan DPS untuk menjamin
terimplementasinya Kepatuhan Syariah (Shariah
Compliance) di lembaga perbankan dan keuangan syariah.
Melihat lebih
jauh lagi, kita mengenal adanya Lembaga Internasional yang menjadi pedoman bagi
Lembaga Keuangan Syariah di Negara – Negara lainnya dalam mengembangkan standar
– standar yang berlaku, baik berupa standar akuntansi, standar audit,
governance,maupun standar etika terkait dengan kegiatan lembaga keuangan
syariah dengan selalu memperhatikan kepatuhan terhadap prinsip syariah.[5]
Lembaga Internasional tersebut adalah AAOIFI (Accounting & Auditing
Organization for Islamic Financial Institution).
AAOIFI
(Accounting & Auditing Organization for Islamic Financial Institution)
didirikan pada 1990 di Algeria dan berkantor pusat di Manama, Bahrain. Saat
ini, AAOIFI beranggotakan 155 anggota lembaga dari 40 negara yang meliputi bank
sentral, lembaga keuangan syariah, dan anggota lainnya dari industri keuangan
dan bank syariah internasional. Selain itu, AAOIFI juga mendapat jaminan
implementasi atas standar yang dikeluarkan antara lain oleh negara Bahrain,
Jordan, Lebanon, Qatar, dan Sudan. Beberapa Negara berkembang di dunia pun telah
berpedoman pada standar yang dibuat oleh AAOIFI.
Lembaga
keuangan syariah memliki tugas untuk memastikan apakah kepatuhan syariah sudah
sesuai dengan prinsip – prinsip syariah di seluruh aspeknya. Baik dari produk,
instrumen, operasi, maupun praktik dan manajemen yang akan dicapai dengan melakukan
pembentukan kerangka tata kelola syariah yang tepat (Miskam, 2013).
Namun pada
hakikatnya, tiap – tiap Negara telah memiliki aturannya masing – masing sesuai
dengan regulator, prinsip, dan pedoman yang diadopsi. Keterlibatan terbesar
Regulator harus diposisikan sebagai
pemenuhan dalam pertumbuhan jumlah Lembaga Keuangan Syariah di pasar saat ini
dan juga untuk memungkinkan sisa persaingan di industri perbankan syariah
terutama dalam menyediakan informasi kepatuhan syariah kepada pengguna laporan
keuangan LKS.
DAFTAR PUSTAKA
·
Arens, Alvin. A., Randal J. Elder,
and Mark S. Beasley. (2003). Auditing and assurance services: An Integrated
approach (9th edition). Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education, Inc.
·
Arens. Alvin. A. and James. K.
Loebbecke. (2000). Auditing an Integrated Approach (8th edition). Englewood
Cliff, New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
·
Mohamad
Puad, Noor Aimi., Rafdi, Nurauliani Jamlus., Shukeri, Siti Norwahida., Ramino
Rashid, Nurul Jaliah. (2015). International Journal. Analysis Of Shariah
Audit/Review Report:Malaysia,Pakistan and Bahrain
Biodata Penulis
Nama :
Dina Mitsalina
TTL :
Depok, 17 Desember 1994
Email : mitsalinadina@gmail.com
No. Telepon : 0896 2495 6441
Pendidikan : Mahasiswa Semester 7 Jurusan Akuntansi Syariah
STEI SEBI - Depok
[1] Auditing:
An Integrated Approach, eight edition, 2000:9
[2]
Aimi, Noor(2015).Analysis Of Shariah Audit/Review Report:Malaysia,Pakistan and
Bahrain
[3]
Rafdi, Nurauliani(2015).Analysis Of Shariah Audit/Review Report:Malaysia,Pakistan
and Bahrain
[4]
Nurul Jaliah, Siti(2015).Analysis Of Shariah Audit/Review
Report:Malaysia,Pakistan and Bahrain
[5]
Ifham, Ahmad(2016).Ini Lho Bank Syariah.(Jakarta:Gramedia Pustaka Utama)