Jumat, 21 April 2017

Semarak Pilkada DKI Jakarta, Mengguncang Penjuru Negeri




Pada permulaan hari yang indah, hari dimana sejak pagi hari menyapa, langit terlihat biru mengagumkan, berbalut dengan putih bersihnya awan yang terlihat lembut layaknya permen kapas yang tengah asik berterbangan di langit. Bersamaan dengan teriknya sinar mentari, menjadikan pagi itu menjadi pagi yang cerah, pagi yang baik untuk dinikmati juga disyukuri adanya. Pagi itu terasa begitu syahdu, bagi jiwa-jiwa yang dapat merasakannya. Hari itu, adalah hari Rabu, tanggal 19 April 2017. Hari dimana seluruh Warga Negara Indonesia dengan KTP (kartu Tanda Penduduk) DKI Jakarta turut berbondong-bondong menyuarakan pilihannya untuk Calon Gubernur barunya, Calon Gubernur yang akan membawa kota metropolitan ini ke arah yang lebih baik, sesuai dengan apa yang telah di harapkan pada setiap hati-hati kecil para rakyatnya.
Hari itu, adalah hari dimana dilangsungkannya Pilkada Provinsi DKI Jakarta pada putaran kedua, masa amanah periode 2017-2022. Hari itu, telah menjadi salah satu hari yang bersejarah, begitu menyita perhatian publik, juga telah mengguncang, hampir di seluruh penjuru negeri. Mengapa demikian? Sebab, selain karena menyambut harapan akan Provinsi DKI Jakarta yang lebih baik dalam lima tahun mendatang, juga karena begitu kuatnya dukungan diantara 2 kubu Pasangan Calon yang begitu berbeda , begitu kontras, saling bertolak belakang diantara masing-masing pihak pendukungnya. Menjadikan momentum ini seakan menjadikan pertarungan sengit yang harus diperjuangkan dengan perjuangan yang sungguh-sungguh, dengan perjuangan yang memang harus diperjuangkan yang tak mengenal batas lelah tuk menyerah begitu saja sebelum tiba di garis finish.
Adalah Pasangan Calon dengan No.2, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, bersama dengan wakilnya Djarot Syaiful Hidayat. Kemudian, adalah Pasangan No.3, Anies Baswedan bersama dengan wakilnya Sandiaga Salahuddin Uno. Masing-masing Pasangan Calon memiliki daya tariknya tersendiri, menjadikan persaingan diantara kedua kubu ini terlihat begitu tajam, juga saling bersinggungan. Sebab, rakyat Indonesia telah terlanjur tergunjang, akan kasus penistaan Agama yang telah dilakuakan Ahok pada bulan 27 September 2016 lalu di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Menjadikan getaran-getaran yang telah berhasil menggores hati-hati Umat Muslim, bahkan tak hanya di Negara Indonesia, pun telah menggema keluar penjuru Negeri. Menjadikan lahirnya momentum  Aksi Bela Islam yang begitu syahdu dalm menyatukan persaudaraan Umat Muslim di seluruh penjuru Negeri yang penuh dengan keberagaman ini. Menjadikan bagian dari kepingan sejarah yang mungkin akan terus diingat dimasa mendatang.
Ahok yang masih belum terbebas dari tindak hukum yang adil atas perbuatannya yang begitu menyinggung dan menggores hati-hati Umat Islam, seharusnya tak layak dijadikan Calon Gubernur baru DKI Jakarta 2017, sebab beliau pun masih harus menjalani serangkaian proses hukum yang berlaku. Namun betapa lucunya negeri ini, bak Negeri dalam dongeng yang rasanya sulit tuk mengungkap kebenaran yang memang benar adanya. Rasanya begitu sulit tuk membela yang benar, bukan yang berkuasa. Entah ada drama atau rekayasa cerita yang bagaimana dibalik ini semua, rasanya ini semua tak masuk di akal, manakala selalu ada celah pembelaan ketika jelas yang tak benar, tak patut untuk dibela, tak patut untuk dibenarkan. Terlebih, adanya permaian media yang turut andil dalam memoles yang tak baik, justru masih terlihat mengangumkan untuk tetap di agungkan di hadapan publik.
Bukan bermaksud untuk menyudutkan di satu pihak, namun rasanya tak pantas, manakala keadilan di Negeri ini terlihat “tak adil” di terapkan. Betapa rakyat tak bisa apa-apa melihat yang seharusnya diadili dengan seadil-adilnya, justru masih bisa untuk terus disanjung, seakan buta, bahwa apa yang telah dilakukannya bukanlah kesalahan setingkat balita yang dapat dimaklumi oleh orang-orang yang mengerti. Permasalahan ini serius, dan seharusnya tindak hukum pun harus diberlakukan dengan serius, bukan dengan rekayasa, sebab tak ada yang sedang bercanda disini.
Hampir tak habis pikir, mengapa sulit untuk mengungkap keadilan? Mengapa sulit untuk mengungkap kebenaran? Mengapa sulit untuk melihat bahwa hitam itu berbeda dengan putih? Dan mengapa begitu sulit untuk membuka mata lebar-lebar akan sesuatu yang memang bisa dilihat dengan kejernihan hati, juga pikiran? Bukan berarti ini terlalu berbicara kepada hukum SARA yang terlalu memihak, apalagi bermaksud tuk menjadikan Agama sebagai pemecah-belah persatuan Negara yang Demokrasi ini,bukan bermaksud begitu. Justru seharusnya antara Agama dan Politik dapat berjalan secara seimbang, juga beriringan tuk dijadikan pemersatu dalam segala pluralitas Negara Indonesia yang memang begitu beragam, penuh warna.
Momentum Pilkada di tahun 2017 ini pun begitu terasa semarak, penuh warna, penuh kejutan, penuh cerita, juga telah mengguncang penjuru Negeri. Betapa tidak, ini menyangkut akan arah kehidupan kurang lebih 7.257.652 jiwa warga Provinsi DKI Jakarta. Serangkaian kegiatan telah dilakukan pada masa-masa kampanye sebelum akhirnya KPU (Komisi Pemilihan Umum) meluncur ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) untuk melangsungkan pencoblosan tuk perhitungan suara dalam memilih Calon Pasangan Gubernur yang sesuai dengan pilihan hati para warganya. Kabar bahwa adanya kampanye hitam pun terbukti adanya, menjadikan celah-celah kecil telah membuka lebar segala tindak kecurangan yang mungkin terjadi sampai dengan hari perhitungan suara.
Berdasarkan hasil sementra perhitungan suara Pilkada Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 19 April 2017, dalam entry data yang tercatat dalam Portal Publikasi KPU (Komisi Pemilihan Umum), data yang masuk telah memnuhi kuota 100%. Dari total 13.304 TPS (Tempat Pemungutan Suara) di wilayah Provinsi DKI Jakarta, terdapat jumlah total suara yang masuk sebanyak 5.591.817 suara. Total suara yang terhitung sah adalah sebesar 5.579.587 suara. Sedangkan total suara yang tidak sah adalah sebesar 60.485 suara. Kemudian, pemilih disabilitas adalah sebanyak 7.773 suara.
Berdasarkan hasil perhitungan ini, di beberapa sub wilayah meliputi Kabupaten/Kota Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu, hasil hitung TPS (Form C1) telah dimenangkan oleh Pasangan Calon No. 3, yakni Anies Baswedan bersama dengan wakilnya Sandiaga Salahuddin Uno, dengan total perolehan suara sebanyak 3.240.379 suara (57,95%). Berbeda selisish 15,9% dengan Pasangan Calon No.2, yakni Basuki Tjahaja Purnama bersama dengan wakilnya Djarot Saiful Hidayat, dengan total perolehan suara sebanyak 2.351.438 suara (42,05%).
Meski hasil ini masih merupakan hasil perhitungan sementara, namun besar kemungkinan Provinsi DKI Jakarta akan dipimpin oleh Pasangan Calon Anies Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno untuk lima tahun mendatang, semoga. Selamat menantikan hasil final yang akan resmi diumumkan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) pada tanggal 4 mei 2017 mendatang.
Seakan bisa mendengar jeritan hati dari rakyat-rakyat Negeri ini, Warga DKI Jakarta begitu membutuhkan pemimpin yang dapat membawa mereka pada kesejahteraan hidup juga keadilan di segala lini kehidupan, maka diri ini pun ikut menguntai do’a untuk Pemimpin kota Jakarta yang mampu mengimplementasikan Visi dan Misinya menjadi realita yang nyata dalam lima tahun mendatang, biarpun diri ini tak memilki hak suara dalam turut andil untuk memilih, namun setidaknya masih memiliki hak untuk menguntai harap dalam do’a-do’a yang mengangkasa.